Berita3.net, SANGATTA – Suasana meriah sekaligus khidmat menyelimuti Lapangan STQ, Jumat (5/12/2025) malam, saat ribuan warga Kutai Timur (Kutim) berkumpul mengikuti pembukaan Pesta Adat Pelas Tanah ke-10. Tradisi sakral masyarakat Kutai itu kembali digelar sebagai wujud penghormatan kepada leluhur sekaligus rasa syukur atas keselamatan bumi yang mereka huni.
Pembukaan diawali prosesi pemotongan tumpeng oleh Wakil Bupati Kutim Mahyunadi. Meski sederhana, prosesi tersebut sarat makna karena menjadi simbol dimulainya ritual adat yang diyakini sebagai penjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Pelas Tanah juga menjadi ruang mempererat hubungan sosial di tengah keberagaman etnis Kutim.
Ritual Pelas Tanah dipahami sebagai sedekah bumi, sebuah doa kolektif untuk memohon keselamatan dan keberkahan bagi seluruh masyarakat. Makna ini semakin kuat dengan hadirnya tokoh adat, paguyuban etnis, dan masyarakat dari berbagai latar budaya yang selama ini hidup berdampingan di Kutim.
Acara pembukaan turut dihadiri Kepala Adat Besar Kutai Kutim Abdal Nanang Al-Hasani, Anggota DPRD Kaltim Agus Aras, jajaran Forkopimda, serta perwakilan sejumlah komunitas adat. Keberagaman peserta mempertegas Kutim sebagai daerah multietnis yang harmonis dan inklusif.
Dalam sambutannya, Abdal Nanang menekankan Pelas Tanah sebagai ritual spiritual sekaligus sosial. Ia menyebut tradisi ini sebagai “doa besar” untuk memohon perlindungan dari bencana seperti banjir, longsor, hingga angin kencang. Ia juga mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan APBD dan dana CSR perusahaan agar manfaatnya dirasakan masyarakat.
Wakil Bupati Mahyunadi, sebelum menyampaikan sambutan, mengajak hadirin mendoakan korban bencana di Sumatera. Ia mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam rangkaian Pelas Tanah sejak 3 Desember, yang mencakup ritual ngenjong, penyembelihan sapi, pendirian tiang ayu, dan berpelas di empat titik penting termasuk Kantor Bupati.
Mahyunadi menegaskan bahwa Pelas Tanah merupakan wujud syukur atas limpahan sumber daya yang dimiliki Kutim.
“Pelestarian budaya menjadi strategi penting menghadapi era pascatambang. Menurutnya, budaya dapat menjadi daya tarik wisata dan penggerak industri kreatif di masa depan,” ucapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kerukunan multietnis sebagai modal pembangunan. Harmoni sosial yang terjaga selama ini diyakini menjadi fondasi kuat bagi percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ketua Panitia Pelas Tanah ke-10, Roni Kadik, melaporkan bahwa rangkaian kegiatan berlangsung hingga 6 Desember 2025, meliputi hiburan rakyat, jumba, penampilan Kresna Band Polres Kutim, serta konser penutup oleh artis Pantura Ratna Antika. (Adv/diskominfo_ktm)






