Berita3.net, MUARA ANCALONG – Kondisi sektor pertanian di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, masih menghadapi tekanan berat akibat karakteristik lahan yang kurang bersahabat dan cuaca ekstrem yang sulit diprediksi. Meski daerah ini memiliki potensi agrikultur cukup besar, hasil produksi petani lokal kerap belum dapat mencapai target karena faktor alam yang sangat menantang.
Camat Muara Ancalong, Muh. Harun Al Rasyid, mengungkapkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di wilayahnya merupakan lahan basah dengan tingkat keasaman tanah yang tinggi. Selain itu, permukaan tanah yang berbatu dan berpasir membuat tanaman pangan seperti padi dan hortikultura rentan terganggu pertumbuhannya.
“Struktur tanahnya memang kurang menguntungkan. Tanah yang asam dan berpasir membuat tanaman sulit berkembang optimal,” jelas Harun. Ia menyebutkan, kondisi tersebut membutuhkan pengolahan dan penanganan khusus yang tidak selalu bisa dilakukan oleh petani rakyat yang bekerja dengan sumber daya terbatas.
Situasi semakin pelik ketika musim hujan tiba. Banjir yang rutin melanda wilayah Muara Ancalong kerap menenggelamkan lahan pertanian selama berhari-hari. “Banyak petani mengalami gagal panen total. Tanamannya rusak sebelum bisa dipanen karena terendam terlalu lama,” ujarnya. Harun menilai, tanpa perbaikan infrastruktur pengairan dan irigasi, ancaman serupa akan terus berulang setiap tahun.
Meski demikian, upaya pengembangan sektor pertanian tetap dilakukan. Pemerintah kecamatan sedang mendorong rencana pembukaan sawah baru di dua desa: 500 hektare di Desa Klinjau Ilir dan 50 hektare di Desa Teluk Baru. Lahan ini diharapkan bisa menjadi sentra baru produktivitas padi jika mendapat dukungan anggaran serta pendampingan teknis dari Dinas Pertanian Kutai Timur.
Berbeda dengan sektor pertanian rakyat, perkebunan berskala besar justru menjadi pilar ekonomi yang lebih kuat di Muara Ancalong. Perusahaan-perusahaan kelapa sawit dinilai lebih mampu beradaptasi dengan kondisi tanah maupun risiko banjir karena memiliki sistem pengelolaan air dan teknologi budidaya yang lebih matang.
“Perkebunan sawit relatif aman dari dampak banjir karena mereka memiliki sistem irigasi sendiri yang terkelola dengan baik,” terang Harun.
Meski perkebunan sawit berkembang pesat, Harun berharap pertanian rakyat tidak tertinggal. Ia menekankan pentingnya transfer teknologi, peningkatan kapasitas petani, serta kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk membangun fondasi pertanian yang lebih tangguh.
“Jika pertanian rakyat bisa berkembang lebih baik, masyarakat punya alternatif pendapatan lain yang berkelanjutan. Ini juga penting untuk ketahanan pangan wilayah,” tutupnya. (Adv/diskominfo










