Sri Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-XXI Kukuhkan Pemangku Adat Kutai Kabupaten Kutim 

Berita3.net, TENGGARONG – Suasana Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura pada Jumat (19/9/2025) dipenuhi nuansa sakral. Hari itu, sejarah baru bagi masyarakat adat Kutai Timur (Kutim) tercatat. H Kasmo Pital resmi dinobatkan sebagai Ketua Pemangku Adat Kutai Kabupaten Kutim oleh Sri Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-XXI H Adji Mohammad Arifin.

Penobatan yang berlangsung di pusat kebesaran Kesultanan Kutai itu dihadiri tokoh penting. Mulai dari petinggi kesultanan, kerabat kerajaan, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman bersama istri Ny Hj Siti Robiah, Sekretaris Kabupaten Rizali Hadi, hingga jajaran Pemkab Kutim. Tampak pula Bupati Kutai Kartanegara Aulia Rahman Basri bersama jajarannya. Kehadiran tokoh adat, pemuka masyarakat, dan tamu undangan menjadikan prosesi ini semakin penuh khidmat.

Prosesi dimulai dengan suguhan tarian cahaya kedaton Topeng Panji yang menampilkan simbol harmoni, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan doa. Selanjutnya, Ketua Majelis Tata Nilai Adat Kutim Idrus Yunus, menyampaikan laporan tentang panjangnya proses seleksi pemangku adat.

“Sejak Januari hingga Maret 2025, kami melakukan penjaringan di 18 kecamatan, lalu berlanjut ke tahap wawancara. Semua dilakukan agar pemangku adat terpilih benar-benar layak memikul amanah,” ujarnya.

Ia menegaskan, majelis berkomitmen menyinergikan program dengan kesultanan, pemerintah, dan masyarakat. Sehingga adat dan budaya Kutai dapat hidup berdampingan dengan kemajuan zaman.

Sabda Pandita Ratu menjadi amanah Sultan untuk Pemangku Adat. Puncak prosesi tiba saat Sabda Pandita Ratu dibacakan oleh Pangeran Mangku Patuh. Dalam sabda itu, Sultan menegaskan legitimasi serta tugas Pemangku Adat Kutim. Meliputi,

Pertama, Sri Sultan menetapkan pemangku adat istiadat Kutai di wilayah Kabupaten Kutim sebagai bagian tak terpisahkan dari adat istiadat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Kedua, pemangku adat memiliki 12 tugas utama, di antaranya menjaga nilai adat Kutai di Kutim, menegakkan hukum adat dengan memberi sanksi sesuai pertimbangan majelis. Melestarikan budaya dan tradisi, menjadi pengayom masyarakat, serta menjadi penengah dalam perselisihan. Selain itu, pemangku adat diwajibkan menjalin hubungan baik dengan pemerintah, melindungi pusaka adat, menjalani evaluasi berkala, hingga melaporkan kinerja kepada Sultan dan Bupati Kutim.

Ketiga, pemangku adat wajib menjunjung sumpah tanah Kutai. Sumpah itu dibacakan lantang.

“Siapa-siapa yang ada di tanah Kutai dan telok rantaunya, minum air dan diam berusaha dalam daerahnya, tiada menjunjung akannya (hukum ini), akan disumpah oleh tanah Kutai serta dengan adatnya. Ke atas mandik menyombong pucuk, ke bawah mandik menyambong akar, habis lumus sampai ke anak cucu tiada ber-hujung,”.

Sumpah tanah Kutai itu diperkuat dengan ayat Al-Qur’an, “Atiullah wa athi’ur rasul wa ulil amri minkum” yang bermakna taat pada Allah SWT, Rasul, dan pemimpin.

Keempat, Sultan menegaskan pemangku adat wajib memegang teguh sumpah Abdi Suaka Tanah Kutai, yang berbunyi,

“Demi Allah patik bersumpah, menjunjung tinggi tata krama, santun berkata, santun bertindak, santun dalam gerak tingkah laku. Tidak melihat hal yang bukan hak, tidak menginginkan hal yang bukan hak. Memelihara diri dari karma dunia, memelihara diri dari azab akhirat. Dengan adat, adab, dan agama, patik luruskan hati dalam mengabdi bersuaka,”.

Setelah sabda dibacakan, prosesi pengukuhan dilakukan langsung oleh Sultan. H Kasmo Pital mengucapkan sumpah Abdi Suaka, kemudian menandatangani naskah sumpah bersama Sultan dan Bupati Kutim. Tindakan ini meneguhkan posisi pemangku adat bukan sekadar simbol, melainkan pejabat adat yang memiliki peran strategis menjaga harmoni sosial, hukum adat, dan pelestarian budaya di Kutim.

Acara berakhir dengan ramah tamah, namun pesan yang tersisa jauh melampaui seremoni. Penobatan ini menegaskan bahwa di tengah arus modernisasi dan pembangunan, adat tetap menjadi fondasi penting. Kutim, sebagai bagian dari wilayah adat Kesultanan Kutai, kini memiliki pemangku adat resmi yang diakui kesultanan, pemerintah, dan masyarakat. (*)