Berita3.net, SANGATTA – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kutai Timur, Muhammad Basuni, mendorong desa-desa untuk mengubah pola pikir pembangunan dengan lebih menitikberatkan pada kualitas hasil dibandingkan banyaknya anggaran yang dihabiskan. Menurutnya, keberhasilan pembangunan desa tidak boleh hanya dinilai dari persentase serapan anggaran.
Basuni menjelaskan bahwa selama ini sebagian besar desa masih terjebak pada paradigma lama, di mana besarnya realisasi anggaran dianggap sebagai bukti capaian kinerja. Padahal, kata dia, ukuran sebenarnya adalah bagaimana program bisa mencapai tujuan secara efisien.
“Kalau dengan anggaran Rp1.000 sudah cukup, kenapa harus memakai Rp2.000,” ujarnya belum lama ini.
Ia menekankan bahwa besarnya kucuran Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), hingga pendapatan asli desa (PAD) harus diiringi dengan pengelolaan yang lebih transparan dan akuntabel. Hal ini penting mengingat masih ada desa yang setiap tahun menyisakan SiLPA cukup tinggi, yang menandakan adanya persoalan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
Meski demikian, Basuni mengapresiasi desa-desa yang mulai kreatif menggali potensi melalui pemanfaatan tanah kas desa, pengelolaan perkebunan, penyewaan aset, atau penguatan BUMDes. Upaya tersebut dinilai sebagai langkah maju dalam memperkuat kemandirian ekonomi desa.
Namun ia mengingatkan bahwa desa tetap harus memahami batas kewenangan dalam pembangunan infrastruktur. Jalan dengan status kabupaten maupun provinsi tidak dapat diintervensi menggunakan dana desa, sehingga fokus pembangunan hanya dapat diarahkan pada jalan lingkungan dan fasilitas desa yang menjadi kewenangannya.
Basuni juga menyoroti pentingnya Musrenbang yang lebih terorganisir, dengan pembagian kewenangan pendanaan yang jelas antara desa, pemerintah daerah, dan dukungan CSR. Perencanaan yang tidak berbasis data, menurutnya, hanya akan menghasilkan program yang tidak selaras dengan kebutuhan warga.
Ke depan, setiap capaian desa akan terhubung langsung dengan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD-S), sehingga menjadi bagian dari indikator kinerja pemerintah daerah. Dengan demikian, kualitas pelaporan dan akurasi data desa menjadi semakin penting.
Dalam kesempatan itu, Basuni juga mengingatkan agar inovasi desa tidak semata-mata dibuat demi terlihat berbeda, tetapi harus realistis dan memberi dampak langsung bagi masyarakat. Program yang menghabiskan anggaran besar namun minim manfaat, tegasnya, sebaiknya tidak dilanjutkan.
Ia berharap desa-desa di Kutim dapat semakin profesional dalam mengelola anggaran dan terus memperkuat perencanaan berbasis kebutuhan nyata masyarakat. Menurutnya, efektivitas, transparansi, dan efisiensi adalah kunci utama pembangunan desa yang berkelanjutan. (Adv/diskominfo_ktm)









